Beberapa hari belakangan beredar kabar bahwa Setya Novanto
meniggal hanyut saat liburan. Yang kemudian diketahui adalah seorang anak di
Magetan dengan nama seperti ketua dewan perwakilan rakyat kita yang mulia,
bapak Drs. Setya Novanto. Setya Novanto, atau yang kondang dengan nama Setnov
tersangkut beberapa kasus korupsi. Menariknya, korupsi Setnov tidak hanya pada
proyek pengadaan e-ktp, Setnov diduga bermain dalam pengaturan anggaran PON
Riau (2012) dan juga kasus suap MK yang melibatkan Akil Mochtar, dan masih
banyak lagi.
Kalau ditelusuri, karier korupsi Setnov ini debutnya sejak 1999,
dimana pertama kali namanya muncul dalam kasus pengalihan piutang bank Bali
senilai lebih dari Rp 500 M (duit kabeh kui dhes). Pada 2003, namanya kembali
disebut saat Indonesia sedang asyik-asyiknya impor beras dari Vietnam. Kali ini
Setnov diduga meng-kecu bea cukai
karena beras yang diangkut 60.000 ton itu hanya dibayar 900 ton saja. Setahun
kemudian, pada 2004, PT APEL milik Setnov diketahui impor limbah beracun dari
Singapura ke Indonesia lewat Batam. Tidak tanggung-tanggung, 400 ribu ton
limbah yang disamarkan sebagai pupuk organik. Ini maksudnya apa cobak. Saya
kira imigrasi juga gak bego-bego amat ngecek manifest, mesti keliatan bedanya
mana limbah radioaktif mana pupuk organik.
Skandal perpanjangan kontrak Freeport juga menuliskan catatan
merah di rapor korupsi Setnov. You know lah, kalau urusan kebijakan, apalagi
yang berkaitan dengan kepentingan nasional vs multinasional pasti butuh
pelicin. Freeport bukan perusahaan kere, tentu mereka paham berapa harga tutup
mulut anggota dewan macam Setnov supaya urusan bikin jugangan di Tembagapura tetap sustainable.
Sekali lagi ini soal mindset. Bagi kita curi uang adalah perbuatan maling. Lain
cerita kalau korupsi. Ah itu kan silaturrahmi. Semua kebagian, semua senang,
hahaha.. Jadi korupsi itu bukan maling, itu ajang silaturrahmi. Paham !!
Saya muak sebenarnya dengar berita korupsi di TV. Makanya dua
tahun terakhir ini sudah jarang nonton TV. Paling kalau nonton ya yutub-an, dan
yu yu yang lain. Dari SD saya amati kasus korupsi melalui berita TV nilainya
makin massif dari hari ke hari. Pertama kali saya dengar berita korupsi, kelas
5 SD, nilainya 40 juta, saya lupa kasusnya. Waktu tanya orang tua saya apa itu
“korupsi” jawabnaya juga saya gak mudeng. Yang jelas angka 40 juta itu buat
saya sudah di awang-awang. Mengingat pendapatan orang tua saya yang satu juta
waktu itu sudah terbilang besar. Dapat uang saku 5000 rupiah saja bisa tahan
sebulan. Gimana 40 juta.. Uang saku sak modyare ndhes..
Kembali ke berita Setya Novanto yang ditemukan tewas hanyut di
sungai. Saya kira kalau memang berita tersebut benar adanya, dan mengacu ke
orang yang sama (Setnov anggota DPR), bisa jadi kabar baik. Sampai saat ini
koruptor mendapat perlakuan enak meskipun mereka terbukti nyolong duit negara.
Bandingkan dengan pencuri sandal, sudah babak belur dihajar masa. Saya tak
pernah dengar ada koruptor ditelanjangi, dihajar massa, atau dibakar (sebelum
diserahkan ke polsek), setelah ketahuan korupsi. Toh pake rompi oranye
bertuliskan “tahanan KPK” saja masih bisa mesam-mesem melambaikan tangan, lalu
bilang “semua ini pitnah”.. Pitnah gundulmu..
Saya kira memang sebaiknya Setya Novanto meninggal (atau tewas)
hanyut di sungai saat liburan. Ini akan menunjukkan bahwa perilaku korupsi
harus dihukum berat, setidaknya kalau Setnov benar terbukti korupsi. Di Jepang,
tahun 2016, menteri ekonomi Akira Amari mengundurkan diri setelah mengakui staff-nya
menerima uang 12 juta yen (1,5M) dari perusahaan konstruksi. Itu staff-nya yang
terima duit suap, menterinya yang mundur. Perkara Setnov ini menunjukkan
masyarakat kita konsisten. Kalau belum ketahuan ya lanjut. Toh korupsi
dilakukan berjamaah. Ndak mungkin kena sendirian. Kalau ketahuan dan ketangkap,
di prodeo bakal ada temenya. Itupun kalau tertangkap. Tenang, sudah ada barisan
pengacara yang siap memutarbalikkan fakta supaya esensi kasus korupsi
muyer-muyer di pengadilan, pledoi-nya “mekanisme peradilan cacat hukum” lah.
Perilaku korupsi yang tak ubahnya maling sudah menjadi penyakit
laten masyarakat. Dia ada, tapi tak nampak. Baru nampak kalau ada kesempatan.
Mulai dari yang kecil, pungli. Itu sudah perilaku korupsi. Tapi nyatanya
masyarakat kita juga membiarkan, bahkan membudidayakan. “Uang terimakasih” lah
karena sudah dibantu. Yang menerima itu nanti tuman. Kalau tak ada ucapan terimakasih ya besok tidak dibantu
lagi, suruh belajar lagi. Itulah kenapa calo adalah profesi menggirukan,
termasuk calo/makelar kasus. Berbekal cangkem sales, hubungkan sana-sini, kasus
selesai. Tinggal tunggu komisi cair. Penak tenan uripmu ndhes..
Perkara korupsi ini memang tidak mutlak kesalahan koruptor.
Pemberitaan media masa yang gencar, terlebih lagi ada badan pengawas bernama
KPK membuat setiap upaya korupsi cepat terendus bangkainya. Kita tentu masih
ingat betapa runtuhnya Uni Soviet salah satunya juga dimotori oleh keterbukaan
informasi yang dicanangkan komrad Gorbachev. Dengan program glastnost-nya, komrad Gorbachev
sebenarnya sedang bermain api. Tidak sadar kalau keterbukaan informasi malah
menjadi shock culture warga negara
beruang merah. Sudah benar komrad Stalin memasang tirai besi melindungi
borok-borok aristocrat Kremlin yang melenggang bebas pasca bancaan proyek
korupsi berjamaah. Dengan adanya glastnost, aib yang tadinya rapat tertutup,
kini terbuka. Busuk pemerintah Soviet memicu kemarahan warga yang tak lagi
percaya pemerintah bisa membawa kemaslahatan ummat. Pemakzulan massal tak
terhindarkan. Terlebih negara satelit Soviet seperti Azerbaijan kerap mendapat
perlakuan diskriminatif dan kekerasan pemerintah pusat. Saya kira mereka juga
mengadakan demo berseri.
Contoh runtuhnya Soviet karena korupsi hendaknya jadi pelajaran
di negara kita, bahwa bancaan uang rakyat sejatinya perbuatan bejat nan
menyengsarakan. Perilaku korupsi di Indonesia mungkin senada dengan kaum-kaum
terdahulu yang diazab Tuhan. Kaum Madyan yang mengurangi takaran timbangan,
berbuat curang dalam perdagangan, mengambil keuntungan dengan mencelakakan
orang, diutuslah nabi Syuaib guna mengkalibrasi akhlak mereka. Kaum Sodom dan
Gomorah tercatat sebagai yang pertama melakukan hubungan sex sesama jenis,
meskipun dalam reruntuhanya tidak ditemukan dildo
atau vibrator berusia ribuan tahun.
Seandainya Muhammad bukan rasul terakhir, Indonesia harus kebagian satu nabi
buat memperingatkan koruptor yang zalim itu. Mungkin dengan cara investasi yang
dikemas dengan propaganda sedekah.
Ohya, kalau pak Setnov jadi masuk bui karena kasus korupsinya,
dia mesti belajar dari Gayus Tambunan. Bang Gayus yang nginep di prodeo saja
masih bisa plesiran, termasuk foto-foto di pinggir kolam renang, cuma belom
mati tenggelam aja dia. Sekali lagi korupsi itu bukan nyolong, bukan, salah
itu, siapa yang ngajarin kamu kalau korupsi itu nyolong, ngaji dulu sana!!.
Korupsi itu ya, tak bilangin, menyambung tali silaturrahmi. Ada itu anjuranya.
Kalau kita dapat rezeki, musti dibagi-bagi pada yang membutuhkan. Terutama
kepada mereka yang butuh dana tambahan buat ngopeni
gundik-gundiknya.
ilustrasi : Media Pribumi