Love; it will not betray you, dismay or enslave you. It will set you free.
(Khalil Gibran)
Prinsip
kapitalisme sering bersandar pada supply and demand yang terus mingkat seiring
kepuasan manusia yang makin tak terbatas. Jika suatu target pencapaian sudah
tunai, maka check point selanjutnya tidak terelakkan. Itulah kenapa kalau kita
bersandar pada pemikiran kapitalisme (apalagi yang liberal), seolah tak ada habisnya
waktu kita hanya untuk mengejar target-target hidup tersebut –yang kebanyakan
tidak perlu-perlu amat kita harus miliki–. Lebih banyak kebutuhan tersier yang
bergeser menjadi primer dan sebaliknya mengesampingkan kebutuhan pokok demi kepuasan semu. Prinsip kapitalisme menuntut untuk
selalu menampilkan performa terbaik dalam tiap lini kehidupan. Bahwa wanita harus
cantik dengan definisi yang dikalibrasi, kulit putih, tubuh tinggi, body
ramping, rambut tergerai panjang, payudara besar, bokong berisi, dan
sebagainya. Keluar dari pakem itu taraf kecantikan bisa menurun. Dan, bahwa
pria sukses adalah yang rekeningnya gendut, punya kerjaan tetap, bermobil,
tampil perlente, rambut klimis ala wakdoyok, dan menggandeng pasangan dengan
kriteria seperti wanita yang disebutkan sebelumnya.
Perkara jatuh
cinta nampaknya menafikkan semua anasir physical kapitalisme seperti yang disebut diatas. Kalau
anda pernah mengalami atau melihat orang yang sedang jatuh cinta, berbagai
tuntutan performa sempurna tersebut akan lebih banyak hilang. Tuhan maha adil, dan keadilan Tuhan tentu disesuaikan dengan porsi
masing-masing ummat-Nya. Tidak jarang kita melihat ada wanita cantik yang
memenuhi sebagian besar anasir kecantikan nyaris sempurna namun punya pasangan
pria yang biasa-biasa saja, muka pas-pasan, dompet dengan isi sekedarnya,
kendaraan masih roda dua, rumah ngontrak, dan kerjaan freelance. Sebaliknya,
pria mapan berpasangan dengan wanita low profile juga banyak. Disinilah prinsip
supply and demand kapitalisme seperti termentahkan. Mungkin berawal dari
sinilah hagemoni kapitalisme di dunia berpotensi untuk digeser sedikit demi
sedikit. Ya, dengan cara jatuh cinta.
Saat anda sedang
jomblo, misalnya, demand anda untuk pasangan sempurna pasti ribet definisinya. Bagi
pria, tentu mengidamkan wanita yang begini begitu. Bagi wanita, juga tak salah
mengidamkan lelaki yang minimal mapan dalam pekerjaan dan settlement. Masalahnya
supply wanita dengan kriteria yang dikehendaki (dan bersedia jadi pasangan anda) mungkin tidak banyak. Dan kalaupun
ada yang pas sesuai demand anda, supply-nya akan sangat sedikit. Bisa-bisa
pasangan idaman anda sudah jadi milik orang lain. Gap masalah inilah yang menyebabkan
kelangkaan “pasangan idaman” terjadi. Kalau anda masih tidak mau menurunkan
standar pasangan idaman ya silahkan. Tapi musuh utama supply and demand tetaplah kelangkaan.
Itu sebelum
jatuh cinta. Lain ceritanya kalau anda sudah jatuh cinta. Kalau anda sudah
mencintai seseorang, klik, cocok, nyaman, semua anasir demand pasangan ideal
yang anda dambakan seolah terlupakan. Disini anda mulai berkompromi dengan ego.
Anda akan semakin realistis (bahasa halus nya “harus tahu diri”). Kalau cukup
tahu diri bahwa anda bukan tipe pria mapan namun berharap wanita high class,
tentu supply and demand anda tidak akan pernah berada pada titik equilibrium, begitu juga
sebaliknya anda yang wanita. Itulah mengapa self esteem penting untuk menilai
seberapa kualitas anda dan seberapa kualitas pasangan ideal yang “layak anda
harapkan”. Kalau berharap terlalu tinggi juga tidak baik, tidak akan ketemu
sampai kapanpun.
Saat anda
menemukan pasangan yang sudah klik, cocok, nyaman, syarat-syarat demand yang
sebelumnya anda pasang tinggi akan ter-check dengan sendirinya. Cukuplah bagi
anda pria punya gebetan (calon pasangan) yang bisa ulet di dapur, perkara kepintaran
bersolek dan kelihaian bercinta bisa dipelajari di kemudian hari. Itu contoh
kecilnya. Bagi anda kaum hawa, punya gebetan seorang pria rajin ibadah tentu
juga masuk standar. Soal lainya seperti ketebalan dompet, jumlah digit di
rekening, atau merk kendaraan roda empat, lambat laun akan menjadi nomor sekian
belas.
Kalau dilihat
dari kemampuan berkompromi dengan ego setelah mendapatkan pasangan, disinilah
prinsip kapitalisme yang bersandar pada tuntutan performa sempurna akan runtuh
dengan sendirinya. Standar kepuasan yang mengharuskan pasangan sempurna bisa
sedikit diabaikan. Jatuh cinta tidak lagi harus dengan mereka yang berkantong tebal
kalau dengan yang bertanggungjawab saja bisa. Jatuh cinta tidak lagi harus
dengan mereka yang berdada besar kalau yang body sintal bisa membuat nyaman. Jatuh
cinta tidak harus dengan mereka yang mapan soal pekerjaan kalau dengan
freelance bisa punya quality time lebih banyak. Jatuh cinta tidak lagi soal
supply and demand yang harus memenuhi standar tinggi.
Saat kita sudah
bisa menerima pasangan apa adanya tanpa tuntutan ini itu, tanpa bersandar pada
prinsip supply and demand ala kapitalisme, maka penerapan pola pikir yang
seperti ini akan berpotensi meruntuhkan kapitalisme. Memang hidup perlu
berkembang dan itu butuh dana, namun memaksakan tuntutan pada pasangan bukan
hal yang ideal dilakukan mengingat pasangan juga manusia dengan keterbatasan
pemenuhan demand. Intinya kalau anda sudah jatuh cinta, supply and demand yang
didasarkan pada pola pikir kapitalisme tidak akan berkembang, faktor kenyamanan menjadi primary trigger untuk semua itu. Itulah kenapa sangat disarankan bagi anda yang suka koar-koar anti kapitalisme untuk jatuh cinta, karena cinta bisa meruntuhkan
kapitalisme.
ilustrasi : www.ttatro.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar