SEBAGAI
INTROVERT, KITALAH YANG HARUS MEMAHAMI KAUM EKSTROVERT
Elang terbang sendiri, angsa terbang berkelompok
Sifat introvert seringkali
disamakan dengan anti sosial. Sepintas orang mereka cenderung penyendiri, tapi
bukan berarti benci bergaul. Orang introvert tidak menolak untuk diajak
berteman, beramai-ramai, tapi itu perlu perjuangan dan tidak selamanya bisa
dilakukan dalam kondisi baik-baik saja. Bagi orang introvert, ada yang
dinamakan ‘mood stock’, semacam baterei mood yang berfungsi sebagai tenaga
psikologis orang introvert. Dalam kondisi menyendiri, mood stock tidak banyak
terpakai. Dalam kondisi ditengah keramaian, atau menghadapi banyak orang,
baterei mood stock semakin berkurang dayanya, dan ini melelahkan. Kelelahan
sejati kaum introvert bukan fisik, melainkan psikis. Itulah kenapa orang
introvert lebih suka menyendiri. Pertama, untuk mood charging. Kedua, kesunyian
adalah sumber kekuatan mereka.
Anda sering mendengar kata
introvert sebagai sebuah sifat. Sebenarnya introvert adalah ‘range’ kondisi
psikologis yang tidak hitam-putih. Lawan introvert tidak selamanya ekstrovert.
Ada kondisi yang dinamakan ambivert. Kondisi inilah yang membuat introvert,
ambivert, dan ekstrovert sebagai range, dan bukan kondisi statis. Kalau
diibaratkan angka 1-10, angka 5 dan 6 adalah ambivert, semakin mendekati 1 maka
semakin introvert, dan semakin mendekati 10 maka semakin ekstrovert. Jadi, ada
orang yang level introvertnya banget dan ada yang sedang.
Sebagai introvert, menyadari
pilihan hidup adalah konsekuensi logis sifat bawaan. Seorang introvert –yang
stereotypenya pendiam, dianggap antisosial, penyendiri– cenderung memilih
aktivitas dan pekerjaan yang tidak banyak bersinggungan dengan keramaian,
seperti menulis, bermain komputer, bermusik, dan baca buku, pun olahraga
dipilih yang tidak mengharuskan ada “kerjasama tim” atau di tempat ramai.
Kecenderungan inilah yang kerap disalahartikan oleh mereka yang tidak mengalami
kondisi introversion, atau secara alami terlahir sebagai orang ekstrovert.
Tentu saja, baik introvert maupun ekstrovert adalah range yang saya ibaratkan
angka 1-10 tadi. Jadi tidak ada yang salah dengan menjadi introvert. Dan
menjadi ekstrovert tidak selamanya bebas resiko.
Orang ekstrovert kerap tidak
paham bahwa orang introvert butuh ‘me time’ lebih sering. Meskipun ada beberapa
ekstrovert yang paham, tapi hal semacam ini jarang. Lebih sering orang
introvertlah yang paham kondisi sesamanya. Dan lebih sering pula orang
introvert paham dan memaklumi bahwa kaum ekstrovert tidak paham kondisi kaum
introvert.
Orang ekstrovert yang secara
alami mudah bergaul, tidak punya masalah dengan keramaian, dan mudah
beradaptasi dengan orang dan lingkungan baru, memiliki sifat sosial lebih.
Mereka cenderung mudah dekat dengan orang baru (dan percaya begitu saja),
hingga kadang cerita pribadi diumbar hampir tanpa batasan. Ini merugikan orang
ekstrovert sendiri. Buntutnya, mereka banyak dirugikan, entah dimanfaatkan,
ditipu, dan dimusuhi. Ngomong-ngomong soal dijauhi, kaum introvert punya
segudang pengalaman dan jam terbang lebih. Dengan sifat tertutup dan pendiam,
kaum introvert terbiasa dianggap orang yang tidak enak diajak berteman.
Sebagai orang introvert, saya,
dan mungkin anda, pasti pernah mengalami hal-hal seperti dijauhi, dianggap
antisosial, suka menyendiri, pilih-pilih teman (dan pasangan), dan semacamnya.
Sayangnya, itu juga dilakukan oleh orang terdekat kita yang ekstrovert dan
mengaku punya jiwa sosial. Inilah yang jadi dasar bagaimana kaum introvert
seharusnya bersikap pada kaum ekstrovert. Terlebih dalam hal memaklumi sikap para
ekstrovert.
Orang introvert cenderung
memiliki sedikit teman dan bergaul dengan itu-itu saja (sehubungan dengan
pilih-pilih teman dan antisosial). Hal yang tidak bisa dipahami ekstrovert
bahwa introvert punya semacam ‘self defense mechanism’ alami yang membuatnya
tetap waspada pada orang baru dikenal. Namun, sekali seorang introvert sudah
berteman (atau menganggap teman) dengan seseorang, pertemanan itu akan dijaga
selamanya. Hal yang jarang terjadi pada kaum ekstrovert. Teman mereka datang
dan pergi. Orang introvert sangat selektif berteman. Mereka akan memastikan
(bukan pilih-pilih) seseorang yang memang layak dipertahankan status
pertemananya. Lebih jauh, pantas dijadikan sahabat dekat tempat curhat dan
menjaga rahasia. Salah satu kriteria menilai kepantasan ‘outer introvert’
(orang diluar introvert) adalah; apakah orang baru ini bisa memahami dan
dipercaya. Simple kan. Tapi seleksi alam pertemanan membuktikan itu tidak
mudah. Saya pernah mencoba memberikan pengertian kepada seorang teman,
ekstrovert, tentang ‘kenapa saya jarang ngumpul bareng’. Saya jelaskan kalau
saya tidak suka saat mereka membandingkan prestasi akademik dengan nada
bercanda. Bagi saya, mengejar prestasi akademik adalah perjuangan setengah
hidup, bahkan sampai mengorbankan kewarasan dan kesehatan fisik. Dan itu bukan lelucon.
Hal itu mereka jadikan bahan tertawaan sambil ngopi. Itu yang saya tidak cocok.
Itu yang mereka tidak bisa pahami.
Kembali kepada pemakluman kaum
introvert kepada ekstrovert. Beberapa introvert teman saya sering diomongkan
dibelakang; “eh, dia kok nggak guyub (membaur) sama kita ya”, atau “eh, si Anu
itu kelakuanya aneh”. Sebagai introvert, kita harus maklum dan membiasakan diri
dengan cemooh macam ini. Orang ekstrovert yang tidak paham self defense
mechanism orang introvert enteng saja bilang begitu tanpa tahu betapa rumitnya algoritma
pikiran orang introvert.
Carl Gustav Jung dalam teori
psikologinya bahkan memisahkan introvert dan ekstrovert dengan sedikit ekstrem,
berdasarkan kekuatan ego. Kaum introvert punya ego diri tinggi hingga beranggapan
bisa menyelesaikan semua hal sendiri, hampir tidak butuh orang lain. Sedangkan
ekstrovert sebaliknya, butuh orang lain untuk bisa menyelesaikan masalah.
Itulah alasan orang ekstrovert cocok di lingkungan ramai, dan kegiatan (atau
pekerjaan) yang mengedepankan kerjasama tim. Sedangkan para introvert, cukup
dengan jadi single fighter. Itulah kenapa karakteristik sifat orang introvert
lebih teliti dan perfeksionis. Kelemahanya, introvert akan sangat kecewa
berlarut jika pekerjaanya gagal. Bahkan untuk hal remeh sekalipun. Meski
demikian, para introvert adalah rekan kerja yang baik dan teammate yang bisa diandalkan. Kondisi ini saya analogikan dengan ‘elang
terbang sendiri, angsa terbang berkelompok’. Dengan sendiri, elang tetap
pemburu ulung. Dengan berkelompok, belum tentu angsa menjadi lebih kuat.
Keangkuhan kaum introvert adalah
malas memberi pemahaman akan kondisinya pada kaum ekstrovert. Kesalahan yang
hampir sama, bahwa para ekstrovert menganggap penjelasan introvert mengada-ada
dan sering tidak mau mendengarkan. Kaum introvert mungkin pernah mengalami
ketika diajak ke suatu tempat ramai, entah konser musik jingkrak-jingkrak atau
tempat nongkrong ramai, dan menjawab; ‘males ah banyak orang, ramai’, dan si
pengajak (yang ekstrovert) bilang; ‘ah kamu aneh, cuma gitu aja jadi masalah,
kalau mau sepi di kuburan aja’. Pernah?
Inilah yang membedakan tingkat
kebijkasanaan (dan kebesaran jiwa) kaum introvert yang paham bahwa ajakan para
ekstrovert cukup di-iya-kan dan selesai perkara. Sekedar untuk menjaga hubungan
baik dan menghargai pertemanan. Hal yang sama tidak bisa dilakukan untuk
kebalikanya, mengajak orang ekstrovert menjalani kegiatan para introvert. Yang
terjadi bisa mati bosan mereka..
Ngopi dulu..
Ilustrasi : Rimma.co
ini saya banget,, salam kenal dari saya..
BalasHapus