Senin, 30 Oktober 2017

SEBAGAI INTROVERT, KITALAH YANG HARUS MEMAHAMI KAUM EKSTROVERT



Elang terbang sendiri, angsa terbang berkelompok


Sifat introvert seringkali disamakan dengan anti sosial. Sepintas orang mereka cenderung penyendiri, tapi bukan berarti benci bergaul. Orang introvert tidak menolak untuk diajak berteman, beramai-ramai, tapi itu perlu perjuangan dan tidak selamanya bisa dilakukan dalam kondisi baik-baik saja. Bagi orang introvert, ada yang dinamakan ‘mood stock’, semacam baterei mood yang berfungsi sebagai tenaga psikologis orang introvert. Dalam kondisi menyendiri, mood stock tidak banyak terpakai. Dalam kondisi ditengah keramaian, atau menghadapi banyak orang, baterei mood stock semakin berkurang dayanya, dan ini melelahkan. Kelelahan sejati kaum introvert bukan fisik, melainkan psikis. Itulah kenapa orang introvert lebih suka menyendiri. Pertama, untuk mood charging. Kedua, kesunyian adalah sumber kekuatan mereka.


Anda sering mendengar kata introvert sebagai sebuah sifat. Sebenarnya introvert adalah ‘range’ kondisi psikologis yang tidak hitam-putih. Lawan introvert tidak selamanya ekstrovert. Ada kondisi yang dinamakan ambivert. Kondisi inilah yang membuat introvert, ambivert, dan ekstrovert sebagai range, dan bukan kondisi statis. Kalau diibaratkan angka 1-10, angka 5 dan 6 adalah ambivert, semakin mendekati 1 maka semakin introvert, dan semakin mendekati 10 maka semakin ekstrovert. Jadi, ada orang yang level introvertnya banget dan ada yang sedang.


Sebagai introvert, menyadari pilihan hidup adalah konsekuensi logis sifat bawaan. Seorang introvert –yang stereotypenya pendiam, dianggap antisosial, penyendiri– cenderung memilih aktivitas dan pekerjaan yang tidak banyak bersinggungan dengan keramaian, seperti menulis, bermain komputer, bermusik, dan baca buku, pun olahraga dipilih yang tidak mengharuskan ada “kerjasama tim” atau di tempat ramai. Kecenderungan inilah yang kerap disalahartikan oleh mereka yang tidak mengalami kondisi introversion, atau secara alami terlahir sebagai orang ekstrovert. Tentu saja, baik introvert maupun ekstrovert adalah range yang saya ibaratkan angka 1-10 tadi. Jadi tidak ada yang salah dengan menjadi introvert. Dan menjadi ekstrovert tidak selamanya bebas resiko.


Orang ekstrovert kerap tidak paham bahwa orang introvert butuh ‘me time’ lebih sering. Meskipun ada beberapa ekstrovert yang paham, tapi hal semacam ini jarang. Lebih sering orang introvertlah yang paham kondisi sesamanya. Dan lebih sering pula orang introvert paham dan memaklumi bahwa kaum ekstrovert tidak paham kondisi kaum introvert.


Orang ekstrovert yang secara alami mudah bergaul, tidak punya masalah dengan keramaian, dan mudah beradaptasi dengan orang dan lingkungan baru, memiliki sifat sosial lebih. Mereka cenderung mudah dekat dengan orang baru (dan percaya begitu saja), hingga kadang cerita pribadi diumbar hampir tanpa batasan. Ini merugikan orang ekstrovert sendiri. Buntutnya, mereka banyak dirugikan, entah dimanfaatkan, ditipu, dan dimusuhi. Ngomong-ngomong soal dijauhi, kaum introvert punya segudang pengalaman dan jam terbang lebih. Dengan sifat tertutup dan pendiam, kaum introvert terbiasa dianggap orang yang tidak enak diajak berteman.


Sebagai orang introvert, saya, dan mungkin anda, pasti pernah mengalami hal-hal seperti dijauhi, dianggap antisosial, suka menyendiri, pilih-pilih teman (dan pasangan), dan semacamnya. Sayangnya, itu juga dilakukan oleh orang terdekat kita yang ekstrovert dan mengaku punya jiwa sosial. Inilah yang jadi dasar bagaimana kaum introvert seharusnya bersikap pada kaum ekstrovert. Terlebih dalam hal memaklumi sikap para ekstrovert.


Orang introvert cenderung memiliki sedikit teman dan bergaul dengan itu-itu saja (sehubungan dengan pilih-pilih teman dan antisosial). Hal yang tidak bisa dipahami ekstrovert bahwa introvert punya semacam ‘self defense mechanism’ alami yang membuatnya tetap waspada pada orang baru dikenal. Namun, sekali seorang introvert sudah berteman (atau menganggap teman) dengan seseorang, pertemanan itu akan dijaga selamanya. Hal yang jarang terjadi pada kaum ekstrovert. Teman mereka datang dan pergi. Orang introvert sangat selektif berteman. Mereka akan memastikan (bukan pilih-pilih) seseorang yang memang layak dipertahankan status pertemananya. Lebih jauh, pantas dijadikan sahabat dekat tempat curhat dan menjaga rahasia. Salah satu kriteria menilai kepantasan ‘outer introvert’ (orang diluar introvert) adalah; apakah orang baru ini bisa memahami dan dipercaya. Simple kan. Tapi seleksi alam pertemanan membuktikan itu tidak mudah. Saya pernah mencoba memberikan pengertian kepada seorang teman, ekstrovert, tentang ‘kenapa saya jarang ngumpul bareng’. Saya jelaskan kalau saya tidak suka saat mereka membandingkan prestasi akademik dengan nada bercanda. Bagi saya, mengejar prestasi akademik adalah perjuangan setengah hidup, bahkan sampai mengorbankan kewarasan dan kesehatan fisik. Dan itu bukan lelucon. Hal itu mereka jadikan bahan tertawaan sambil ngopi. Itu yang saya tidak cocok. Itu yang mereka tidak bisa pahami.


Kembali kepada pemakluman kaum introvert kepada ekstrovert. Beberapa introvert teman saya sering diomongkan dibelakang; “eh, dia kok nggak guyub (membaur) sama kita ya”, atau “eh, si Anu itu kelakuanya aneh”. Sebagai introvert, kita harus maklum dan membiasakan diri dengan cemooh macam ini. Orang ekstrovert yang tidak paham self defense mechanism orang introvert enteng saja bilang begitu tanpa tahu betapa rumitnya algoritma pikiran orang introvert.


Carl Gustav Jung dalam teori psikologinya bahkan memisahkan introvert dan ekstrovert dengan sedikit ekstrem, berdasarkan kekuatan ego. Kaum introvert punya ego diri tinggi hingga beranggapan bisa menyelesaikan semua hal sendiri, hampir tidak butuh orang lain. Sedangkan ekstrovert sebaliknya, butuh orang lain untuk bisa menyelesaikan masalah. Itulah alasan orang ekstrovert cocok di lingkungan ramai, dan kegiatan (atau pekerjaan) yang mengedepankan kerjasama tim. Sedangkan para introvert, cukup dengan jadi single fighter. Itulah kenapa karakteristik sifat orang introvert lebih teliti dan perfeksionis. Kelemahanya, introvert akan sangat kecewa berlarut jika pekerjaanya gagal. Bahkan untuk hal remeh sekalipun. Meski demikian, para introvert adalah rekan kerja yang baik dan teammate yang bisa diandalkan. Kondisi ini saya analogikan dengan ‘elang terbang sendiri, angsa terbang berkelompok’. Dengan sendiri, elang tetap pemburu ulung. Dengan berkelompok, belum tentu angsa menjadi lebih kuat.


Keangkuhan kaum introvert adalah malas memberi pemahaman akan kondisinya pada kaum ekstrovert. Kesalahan yang hampir sama, bahwa para ekstrovert menganggap penjelasan introvert mengada-ada dan sering tidak mau mendengarkan. Kaum introvert mungkin pernah mengalami ketika diajak ke suatu tempat ramai, entah konser musik jingkrak-jingkrak atau tempat nongkrong ramai, dan menjawab; ‘males ah banyak orang, ramai’, dan si pengajak (yang ekstrovert) bilang; ‘ah kamu aneh, cuma gitu aja jadi masalah, kalau mau sepi di kuburan aja’. Pernah?


Inilah yang membedakan tingkat kebijkasanaan (dan kebesaran jiwa) kaum introvert yang paham bahwa ajakan para ekstrovert cukup di-iya-kan dan selesai perkara. Sekedar untuk menjaga hubungan baik dan menghargai pertemanan. Hal yang sama tidak bisa dilakukan untuk kebalikanya, mengajak orang ekstrovert menjalani kegiatan para introvert. Yang terjadi bisa mati bosan mereka..


Ngopi dulu..


Ilustrasi : Rimma.co

1 komentar: